Liputan6.com, Jakarta - American Airlines menunda sedikit lebih lama rencana untuk menerbangkan kembali Boeing 737 MAX. Hal ini dilakukan untuk meninjau kembali pembaharuan aspek keselamatan dari pesawat tersebut.
Selain itu, CEO American Airlines, Doug Parker mengatakan kembalinya 737 MAX tergantung pada faktor-faktor politik yang ada.
Pesawat Boeing 737 MAX ini terpaksa harus dikandangkan karena telah terjadi dua kecelakaan fatal yang menelan korban hingga menelan 346 nyawa yang terjadi di Indonesia pada Oktobber dan Ethiopia pada Maret.
Dilansir dari laman CNBC, Senin, 24 Juni 2019, grounding telah membuat Boeing terpaksa membatalkan ribuan penerbangan dan membuat penjadwalan operator untuk tetap bisa memenuhi permintaan perjalanan pada puncak libur musim panas.
Artikel ada faktor politik di balik kembali terbangnya Boeing 737 Max menuai perhatian pembaca di kanal bisnis Liputan6.com.
Ingin tahu artikel terpopuler lainnya di kanal bisnis? Berikut tiga artikel terpopuler di kanal bisnis yang dirangkum pada Selasa (25/6/2019):
1.Ada Faktor Politik di Balik Kembali Terbangnya Boeing 737 Max?
American Airlines menunda sedikit lebih lama rencana untuk menerbangkan kembali Boeing 737 MAX. Hal ini dilakukan untuk meninjau kembali pembaharuan aspek keselamatan dari pesawat tersebut.
Selain itu, CEO American Airlines, Doug Parker mengatakan kembalinya 737 MAX tergantung pada faktor-faktor politik yang ada.
Pesawat Boeing 737 MAX ini terpaksa harus dikandangkan karena telah terjadi dua kecelakaan fatal yang menelan korban hingga menelan 346 nyawa yang terjadi di Indonesia pada Oktobber dan Ethiopia pada Maret.
Dilansir dari laman CNBC, Senin, 24 Juni 2019, grounding telah membuat Boeing terpaksa membatalkan ribuan penerbangan dan membuat penjadwalan operator untuk tetap bisa memenuhi permintaan perjalanan pada puncak libur musim panas.
Berita selengkapnya baca di sini
2.Pengamat Tak Setuju RI Kembangkan Transportasi O-Bahn
Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub) kini tengah mengkaji pengembangan moda transportasi baru yang menggabungkan konsep bus dengan jalur khusus seperti rel kereta, yakni O-Bahn.
Rencananya, transportasi ini akan dibangun di wilayah-wilayah yang selama ini belum memiliki angkutan massal yang efektif.
Namun begitu, Pengamat Transportasi sekaligus Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menyatakan, pengadaan O-Bahn cukup menjadi wacana saja. Ini lantaran pemerintah dinilainya belum siap, terutama soal ketersediaan dana.
Berita selengkapnya baca di sini
3. Kalah Bersaing Diduga Jadi Alasan Giant Menutup Gerai
Ditutupnya sejumlah toko milik Giant dinilai merupakan upaya perusahaan untuk bisa tetap bertahan di tengah persaingan bisnis ritel yang semakin ketat. Penutupan tersebut juga dianggap sebagai hal biasa di bisnis ini.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, saat ini bisnis ritel sudah berkembang pesat dengan persaingan yang semakin ketat. Terlebih dengan munculnya beragam platform jual beli online yang menawarkan produk-produk seperti yang dijual di toko ritel luring (offline).
"Bisnis ritel ini sekarang berubah, sehingga siapa yang terkena dampak? Saya kira Giant yang saat ini terkena dampak. Dampak dari apa? Ya atas persaingan itu sendiri. Karena produk yang dijual itu sama dengan ritel lain, baik yang di offline maupun di online. Sehingga dia melakukan amputasi dengan menutup toko mereka," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin, 24 Juni 2019.
No comments:
Post a Comment